Sabtu, 25 Desember 2010

Kondisi Aspek Potensi Lokal

BAB II.
KONDISI UMUM ASPEK DAN POTENSI LOKAL PAPUA

A. Gambaran Umum Papua
ss
B. Kondisi Ekologis dan Kebudayaan Masyarakat Papua
Papua ditinjau dari lingkungan alam sangat beranekaragam. Menurut Petocz (1987; 30-37) Lingkungan utama di Papua terdiri dari :
1. Hutan Bakau, terdapat di rawa-rawa berair asing payau. Vegetasi ini tumbuh di sepanjang cekungan yang landai dan paling berkembang di daerah yang terlindung dari gamparan gelombang air laut. Hutan bakau yang paling luas terdapat di muara teluk Bintuni.
Penyebaran lingkungan vegetasi utama secara umum dapat dikeneli adalah hutan bakau dari daerah rawa berair asing dan payau. Vegetasi pelopor ini tumbuh sepenjang cekungan yang dilandai dan paling berkembang didaerah yang berlindung dari gempuran gelombang air laut. Dalam hutang bakau diseluruh new guinea ini teleh ditemukan 36 spesies.
2. Rawa, disepanjang pantai selatan, dataran rendah daerah Kepala Burung dan pantai utara delta Mamberamo ke arah barat sampai muara teluk Cenderawasih.
Rawa dataran rendah dan berair tawar yang luas ditemukan sepanjang pantai selatan ini termasuk rawa pedalaman yang luas mengelilinggi sungai idenburg dan rouffear dicekungan tengah dari daerah yang berdau rawa-rawa itu mengandung beraneka ragam lingkungan tanaman, termasuk lingkungan tanaman air yang murni, vegetasi semak, rawa rumput-rumputan, sabana, hutan dan hutan rawa.
3. Hutan basah dataran rendah adalah dua unit pemetaan yaitu daratan rendah 10-100 ml telah dibagi pada garis tinggi diatas muka laut 100 m dengan maksud untuk memisahkan hutan basah alluvial didataran rendah, dari daerah hutan basah perbukitan. Ini memang suatu pemisahan buatan yang tidak mutlak, kerena perbedaan dalam hutan dataran rendah selalu muncul secara bertahap sedikit demi sedikit, tetapi cara ini dipilih memisahkan hutan dataran rendahyang umumnya mempunyai tanah yang lebih dalam yang mengalami pengeringan sempurna tetapi sering pula terlenang air dari hutan diatas tanah yang lebih dangkal dari perbukitan dan lereng gunung yang tidak menderita pengenangan air.
Hutan alluvial adalah hutan dataran rendah ditimur kepala burung dekat manokwari. Hutan pepohonan tinggi yang beraneka ragam dan relatif mudah dijangkau ini mengandung banyak jenis kayu yang penting. Dan merupakan sasaran utama bagi industry perkayuan di Papua. Jenis rotan, terdapat dilapisan bawah bersama jenis-jenis paku sedangkan anggrek bukan main bayaknya.
Zone pegunungan bawah adalah hutan pegunungan yang rendah telah dipetakan antara 1.000 m dan 3.000 m, dan terdapat dipegunungan tengah serta gunung-gunung yang terpencil diutara dan barat. Perbedaan tingkat dari hutan basah pegunungan rendah itu ditandai oleh perubahan yang bertahap dalam flora dan pemunculan castonopsis yang mencolok dalam hutan campuran dizona pegunungan rendah. ada pegunungan dalam penganakaragaman species pohon dalam zone pegunungan yang lebih rendah.
4. Zone pegunungan atas adalah zone pegunungan diatas 3.000 m vegetasi tanaman berubah sekonyong-konyong dan mencolok sekali dilapangan. Hutan cemara dari zone pegunungan bawah memang ada juga cabang dan batang pohon yang penuh diliputih lumut berwarna-warni, tetapi didataran tinggi vegetasi pegungan itu diseling dengan pelbagai jenis paku tiang (Chyathea spp), sabana, gambut dan padang rumput. Tanaman padang terbuka.
6. Zone Alpin adalah zone alpin diatas 4.000 m bersifat perahlian kira-kira 200 m, terdapat kelompok perdu rendah dan padang rumput semak (Deschampsia) sudah tidak tampak lagi, dan diganti oleh rumput-rumputan yang lebih rendah, padang terbuka, tundra. Kelompok tanaman yang ada meliputi spesies herba yang kelompok seperti (Ranunculus, Potentilla, Gentiana, Epilobium, rumput-rumputan poa dan Deschampsia, serta macam-macam lumut dan lumut kerak. Daerah paling tinggi dari zone ini tertutup oleh salju dan padang es.
7. Flora adalah dengan berbagai jenis lingkungan hidup dan bentang daratan yang luas sampai setinggi hampir 5.000 m, diatas muka laut itu, Papua mengandung pemusatan kehidupan tanaman yang paling kaya diseluruh Indonesia. Dengan perkecualian daerah tadah hujan dibagian tengara, hutang yang subur dan lingkungan sabuk hitam basah tropis dan mengandung keanekaragaman tanaman filoristik yang luar biasa di Tanah Papua.
8. Fauna
1) Mamalia adalah daratan dari New guinea meliputih kira-kira 200 jenis, yang merupakan unsur fauna prapleistosin yang asli maupun beberapa bentuk yang dimasukan dari luar.
2) Burung fauna burung Papua luar biasa banyaknya beraneka ragam sekali dan unik dalam berbagai aspek, 852 jenis sejeuh ini sudah didokumentasikan. Fauna burung itu sebagian besar fauna Australia, tetapi beberapa jenis tertentu, seperti burung rongkong Papua.
3) Reptil dan amfibi adalah fauna binatang melata new guinea yang menarik juga menunjukan keanekaragaman jenis yang besar, tetapi sampai sekarang masih belum diketahui secara tuntas. Banyak jenis baru yang sampai kini masih sedang diidentifikasikan dari bahan yang sudah menumpuk dipelbagai dimuseum, tanpa studi lapangan lanjutan.
4) Ikan new guinea terletak dipusat dua daerah Samudra indo-pasifik, dan bersama dengan kepulauan malaisia, Indonesia, pilipina, mengandung fauna ikan yang paling kaya dan beraneka ragaman seluruh daerah itu.
Serangga jenis serangga new ginea mungkin sebanyak .
Kategori Petocz di dasarkan pada tinggi daratan diatas permukaan laut. Walker dan Mansoben (1990), telah menggolongkan masyarakat dan kebudayaan Papua dalam tiga kategori, tipe mata pencaharian yang berkembang di tiga tipe ekologi atau lingkungan alam, yaitu : (a) Daerah rawa-rawa, pantai dan banyak sungai (b) Daerah kaki bukit dan lembah-lembah kecil (c) Daerah dataran tinggi.
Parsudi Suparlan (1994), mengkritik kategori yang dibuat Walker dan Mansoben dengan menyebutkan bahwa apa yang telah dilakukan mereka sebenarnya telah mereduksi keanekaragaman kebudayaan di Papua ke dalam kategori mata pencaharian dan ekologinya, akan banyak merugikan warga masyarakat Papua. Mata pencaharian bukanlah suatu gejala yang merupakan satuan yang berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan dan didukung oleh pengorganisasian sosial (keluarga, kelompok kekerabatan, keyakinan keagamaan, hak milik dan penguasaan atas tanah dan pohon, kekuasaan dan pertahanan, serta berbagai aspek lainnya). Selanjutnya Parsudi melihat bahwa kerugian yang dimaksud adalah diabaikannya satuan budaya yang mendukung kebudayaan ekonomi dari masyarakat setempat.
Berdasarkan kategori kebudayaan yang dibuat Walker dan Mansoben ini, oleh Parsudi Suparlan mengusulkan pembagian pola-pola kebudayaan di Papua dalam suatu penggolongan yang lebih luas yaitu : (pertama) Wilayah pantai dan pulau, yang terdiri atas : (1) Daerah pantai utara, (2) Daerah-daerah pulau-pulau Biak-Numfor, Yapen, Waigeo dan pulau-pulau kecil lainnya, (3) Daerah pantai selatan yang penuh dengan daerah berlumpur dan pasang surut serta perbedaan musim kemarau dan hujan yang tajam. (kedua) Wilayah pedalaman yang mencakup : (1) Daerah sungai-sungai dan rawa-rawa (2) Daerah danau dan sekitarnya (3) Daerah kaki bukit dan lembah-lembah kecil. (ketiga) Wilayah dataran tinggi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Walker dan Mansoben.
Koentjaraningrat mengelompokkan masyarakat Papua berdasarkan letak geografis dan mata pencahariannya menjadi empat yaitu. (1) Penduduk Pantai dan Hilir. Kelompok ini telah mengadakan kontak dengan dunia modern/luar kurang lebih 100 tahun yang lalu, dan sudah beragama Kristen dan Roma Khatolik. Mereka sudah mengalami pendidikan formal dan kebutuhan hidup tergantung pada pasar dengan sumber alam yang melimpah. (2) Masyarakat Pedalaman. Kelompok-kelompok kecil yang tinggal di sepanjang sungai, di hutan-hutan rimba. mereka adalah peramu yang sering berpindah-pindah tempat tinggal, jumlah penduduknya tidak besar. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang-oranng Bauzi , Kerom, Waropen atas, Asmat hulu dan lain-lain. (3) Masyarakat Pegunungan Tengah. Kelompok masyarakat ini terdidri dari beberapa suku bangsa yang tinggal di lembah-lembah, di pengunungan tengah yang terdiri dari pegunungan Mooke, Sudirman. Dalam keadaan sekarang mereka ini pada umumnya tinggal di kebupaten Paniai dan Jayawijaya, jumlah penduduknya cukup padat. Pemeliharaan ternak babi dan pembudidayaan Ubi jalar merupakan kegiatan ekonomi yang maha penting (Giay.B; 1996, 4-5). (a) Masyarakat Pegunungan Arfak. Kelompok masyarakat ini latar belakang corak kehidupannya, sama dengan warga yang dimukim Papua pegunungan tengah. Kategori ini mempunyai keuntungan tapi juga kerugian terhadap masyarakat. Keuntungannya adalah karena kategori ini bisa mempermudah menganlisis dan membuat rencana-rencana dan program. Kerugiannya adalah kategori ini bisa menjebak saya pada analisis yang dangkal dan kurang memperhatikan aspek-aspek yang lain. Namun untuk kepentingan ilmu, maka perlu ada klasifikasi demikian. Saya tidak mau menganut klasifikasi-klasifikasi itu, tetapi orientasi saya bahwa kebudayaan ini berbeda-beda, tetapi untuk mengkategori perbedaan-perbedaan itu membutuhkan pekerjaan yang besar. Mudah-mudahan ada pakar-pakar dari Papua ini yang mau melakukan pekerjaan besar ini. Menurut Koentjaraningrat (1994) kebudayaan di Papua menunjukkan corak yang beraneka ragam yang disebut sebagai kebhinekaan masyarakat tardisional Papua.
Dalam kepustakaan Antropologi, Papua dikenal sebagai masyarakat yang terdiri atas suku-suku bangsa dan suku-suku yang beraneka ragam kebudayaannya. Menurut Tim Peneliti Uncen (1991) telah diidentifikasi adanya 44 suku bangsa yang masing-masing merupakan sebuah satuan masyarakat, kebudayaan dan bahasa yang berdiri sendiri. Sebagian besar dari 44 suku bangsa itu terpecah lagi menjadi 177 suku. Menurut Held (1951,1953) dan Van Baal (1954), ciri-ciri yang menonjol dari Papua adalah keanekaragaman kebudayaannya, namun dibalik keanekaragaman tersebut terdapat kesamaan ciri-ciri kebudayaan mereka. Perbedaan-perbedaan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Papua dapat dilihat perwujudannya dalam bahasa, sistem-sistem komunikasi, kehidupan ekonomi, keagamaan, ungkapan-ungkapan kesenian, struktur pollitik dan struktur sosial, serta sistem kekerabatan yang dipunyai oleh masing-masing masyarkat tersebut sebagaimana terwujud dalam kehidupan mereka sehari-hari
Walaupun terdapat keanekaragaman kebudayaan masyarakat di Papua, tetapi diantara mereka itu juga terdapat ciri-cirinya yang umum dan mendasar yang memperlihatkan kesamaan-kesamaan dalam inti kebudayaan atau nilai-nilai budaya mereka. Held mengatakan bahwa kebudayaan orang Papua bersifat longgar. Strukturnya yang longgar itu disebabkan oleh ciri-ciri orang Papua pada umumnya “Improvisator kebudayaan“, yaitu mengambil alih unsur-unsur kebudayaan dan menyatukannya dengan kebudayaannya sendiri tanpa memikirkan untuk mengintegrasikannya dengan unsur-unsur yang sudah ada dalam kebudayaannya, secara menyeluruh (Parsudi Suparland, 1994). van Baal (1951) mengatakan bahwa ciri utama kebudayaan Papua adalah tidak adanya integrasi yang kuat dari kebudayaan-kebudayaan mereka. Ciri-ciri kebudayaan tersebut muncul karena kebudayaan orang Papua yang rendah tingkat teknologinya dan yang dihadapkan pada lingkungan hidup yang keras sehingga dengan mudah menerima dan mengambil alih suatu unsur kebudayaan lain yang lebih maju atau lebih cocok.
Kebudayaan Papua juga terbentuk atas interaksi diantara masyarakat Papua dan masyarakat di luar Papua. Interaksi dalam kategori yang terakhir diulas panjang lebar oleh Koentjaraningrat (1994). Dalam awal kontak interaksi yang memberi dampak dalam kehidupan penduduk Papua dengan akibat terjadinya perubahan-perubahan kebudayaan mereka adalah kontak interaksi dengan para pedagang yang mencari burung Cenderawasih dan menukarnya dengan kain Timor dan Manik-manik, para penyebar agama Kristen dan Katholik, yang mengkristenkan mereka melalui pendidikan formal dengan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantarnya; Penyebaran teknologi dan penggunaan uang oleh pemerintah Belanda di Papua dan kemudian oleh pemerintah Republik Indonesia. Kontak-kontak dengan kebudayaan dari luar telah memungkinkan orang Papua lebih terbuka dari sebelumnya, dan keterbukaan suku bangsa atau suku ini telah dimungkinkan karena ciri-ciri mereka sebagai “Improvisator” (Parsudi Suparlan, 1994).

Ekonomi rakyat di PAPUA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pulau Papua yang penuh harapan merupakan wilayah paling timur dari Indonesia. Daerahnya belum banyak dirambah aktivitas manusia dan kaya akan sumber daya alam yang menjanjikan peluang untuk berbisnis dan berkembang. Tanahnya yang luasnya 124.981 km2 . wilayah Tanah papua disebela utara dengan berbatasan samudera pasifik, disebela selatan dengan Propinsi Maluku dan Laut Arafura, di sebela barat dengan propinsi Maluku dan Maluku Utara, dan disebela Timur dengan Negara Papua New Guinea. dipenuhi oleh hutan, laut dan keaneka ragaman biotanya dan berjuta-juta Tanahnya yang cocok untuk Tanah pertanian. Didalam bumi, Papua juga menyimpan gas alam, minyak dan aneka bahan tambang lainnya yang siap menunggu untuk diolah.
Di atas hasil Sumber Daya Alam (SDA), justru pembangunan ekonomi keRakyatan Papua diciptakan tertinggalkan jauh melalui berbagai kebijakan yang tidak menyentuh bagi manusia Papua. Kondisi ekonomi demikian sangat memprihatinkan apabila diukur dari aspek pendapatan dan akses ekonomi pasar/pendistribusian barang. Perencanaan pembangunan pasar pun tidak merata, ekonomi keRakyatan pun tidak terprogram dan tidak pernah berpihak menyentu kepada sasaran peruntukan. Dimana sasaran peruntukan kepada Rakyat Papua yang telah diatur formal legal dalam konstitusi pun pemerintah jarang menunjukkan suatu prestasi perkembangan ekonomi Rakyat Papua dalam mencapai cita-cita hidup secara aman, adil, adab dan sejahtera mencapai makmur.
Manusia Papua yang berpostur tegar, pose kulit hitam, rambut keriting (rumpun ras malanesia) ini menjalani kehidupan dalam penuh keterbatasan dan kadangkala terjadi sebagai korban pasar, terutama mama-mama orang Papua asli yang berjualan di kolong pasar, trotoar jalan umum, yang sepantasnya tidak layak namun tetapi daya demi kehidupannya terus terjadi. Sedangkan perubahan pasar dalam pemenuhan ekonomi Rakyat pun tidak merata apabila segala dimensi kehidupannya dapat mempengaruhi termarginalkan.
Pada akhirnya, kehidupan Rakyat Papua selamanya dikelompokkan masih primitif dari ukuran ekonomi keRakyatan sedangkan mereka juga punya semangat produktif ekonomi informal. Kemudian mereka tertinggal karena faktor kebijakan pasar atau sistem dan akses pasar bagi Rakyat setempat. Hal ini terindikasi bahwa orang Papua tulen akan tersingkir dari peradaban dan persebaran hidup atas dampak multi modernitas. Oleh karena, hal semacam ini dipandang kurang menyenangkan bagi orang Papua. Sudah sejak dulu nampak bahwa Rakyat Papua mempunyai proyeksi/prediksi mengenai masa depan mereka dalam membangun ekonomi mereka karena merasa bahwa kebutuhan mereka selalu tidak terpenuhi dan terbatas.
Pembangunan sosial ekonomi di Tanah Papua yang di kabarkan melalui berbagai media (eksposes) diwacanakan bahwa orang Papua adalah orang miskin, terkebelakang, tertinggal pada kenyataannya mereka merasakan bahwa sesungguhnya bukan lagi miskin, terkebelakang, tertinggal yang menjadi persoalan tidak serius oleh semua unsur dalam kepedulian hati untuk membangun manusia Papua secara materil maupun moril. Rakyat Papua menilai bahwa ekonomi dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat tidak terbangun, bahwa kaki tangan pemerintah elite Papua yang disebut kaum terpilih dari orang asli Papua maupun juga pendatan/amber hanya mencari pelung dan mengejar proyek atas nama ekonomi Rakyat di Tanah Papua dan terlihat bahwa tidak menfokuskan tindakan nyata dalam pembangunan orang Papua.
Orang Papua bukan orang bodoh atau tidak tahu apa-apa tetapi hanya karena kurang adanya pemberdayaan (pelatihan, pemahaman dasar, pengembangan) dan keadaan dirinya yang malas, sekalipun demikian kehidupannya selalu berusaha bekerja dan berkarya dalam keterbatasan untuk menahan dan memperkuat hidup secara ekonomi Rakyat dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat di Tanah Papua.
Memberdayakan orang Papua membutuhkan waktu yang efektifitas serta manajemen kerja yang bertumpuh pada perintisan ekonomi dari Rakyat bawah keatas, mengapa demikian? Karena memang pengalaman sejarah menjadi guru dan pelajaran yang bisa kita pelajari bersama dimana di ketahui bahwa penguasa atau pemerintah maupun swasta tidak pernah mengangkat kemauan dan keinginan dari pada Rakyat kecil, melainkan dilaksanakan atas prakarsa/kehendak sendiri dengan kemauannya sebagai kapasitator penguasa. Pelaksanaan multi pembangunan dengan mengunakan pola perencanaan dari atas kebawa (plan top down), sekalipun baik perencanaan dalam penerapan atau pelaksanaannya kurang sepaham dengan yang dikehendaki Masyarakat. Oleh karena itu alangkah baiknya mengambil inisiatif Masyarakat untuk mengangkat harkat dan martabat supaya terimpelementasinya Ekonomi Rakyat yang benar dari Rakyat, oleh Rakyat, untuk Rakyat di Tanah Papua. Perencanaan tidak efektif oleh Masyarakat untuk membangun ekonomi Rakyat di Tanah Papua yakni perencanaan dari bawah keatas (plan bottom up) dalam artian bahwa pemerintah atau penguasa maupun swasta yang berperan dalam pembangunan ekonomi Rakyat di Tanah Papua bekerja untuk Masyarakat dan bekerja agar memastikan pemberdayaan ekonomi Rakyat yang benar.
Penerapan ekonomi Rakyat hanya di bibir mulut maka kenyataan di Masyarakat pribumi Papua masih harus di bangun baik dari segi kesehatan, pengetahuan, pembangunan fisik dalam hal ini (sandang, papan dan panggan). betapa besar bunyi mengenai pembangunan diTanah Papua apalagi isu global otonomi khusus bagi Tanah Papua memang ada hanya hilang tengelam dalam KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme ini nampak bahwa sudah lama berkembang dan membudaya sehingga jiwa membangun ekonomi Rakyat Papua semakin sinja/tidak berdaya lagi bagi generasi kini dan akan kemana generasi yang mendatang. Ketika kami melihat aspek dan nilai dasar kehidupan orang Papua di anggap baik dan kehidupannya saling menghidupkan dan merasa salah seketika ia melakukan hal-hal yang dianggap kurang etis dengan budaya kehidupan dan mengenal bahwa manusia Papua adalah makluk ciptaan Tuhan yang bersifat sosial namun hanya karena struktur kehidupannya selalu dipengarui oleh budaya baru (new cultur), seyogyanya tidak semua budaya lokal maupun baru itu baik karena itu jelih untuk membedakan yang baik maupun tidak baik.
Wacana mengenai rukung kehidupan ekonomi Rakyat berarti berbicara soal kebutuhan mendasar bagi semua suku bangsa yang mendiami diTanah ini. karena manusia merupakan makluk sosial dan ekonomi yang bermoral untuk menutupi setiap keinginan baik dari segi kebutuhan primer, sekunder maupun tertier. Kebutuhan dan keinginan manusia siapapun juga tiada beda kebutuhan yang sama dan tidak seorang pun yang hidupnya ingin melarat akan tetapi semua orang mau untuk kaya hal ini di pengaruhui bukan karena dari tuntutan zaman memang telah membudaya bagi semua suku bangsa berdasarkan kehidupan nilai ekonomi regional. Orang Papua berinisiasi mengembangkan potensi yang ada padanya namun masih terdapat banyak hambatan dan kekurangan baik dari faktor lingkungan maupun alam sehingga mengalami kewolaan besar untuk dapat bersaing dengan suku bangsa selain Papua tulen. Masih banyak hal yang musti di pelajari bersama baik Masyarakat maupun pemerintah untuk mengangkat martabat ekonomi Rakyat dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat di Tanah Papua.
Untuk mengangkat sumber ekonomi Papua dari Rakyat tentunya mengutamakan konsepsi dari Masyarakat dan membuat sentralisasi produksi komoditi supaya nantinya menghindari export bahan baku karena telah menunjukan bahwa semua kekayaan tersebut dibawah pulang dan kembali menjual dengan tingkat harga yang bernominasi tinggi dapat menakutkan bagi Rakyat atas ekonominya yang berada di dapur dunia Tanah Papua, sedangkan orang Papua tinggal mendengar dan melihat semua explorasi secara besar-besar yang terjadi secara illegal bagi pemilik dusun Tanah Papua.
Pemerintah (govermen) yang sebagai agen pembangunan manusia untuk memanusiakan begitu pula objek dan subjek pembangunan, dalam hal ini bahwa jika kita tidak di pedulikan ekonomi Rakyat (people economics), setempat maka siapakah yang akan melihat keluhan Masyarakat akan jati diri lingkungannya. karena tidak mungkin orang/suku bangsa lain datang membangun hal ini di istilakan bahwa kalau bukan kitoran siapa lagi dan kalau bukan sekarang kapan lagi untuk membangun Rakyat kecil yang hari ini baik dari kemarin dan hari besok lebih baik dari hari ini. mengapa demikian sebab pemerintah ada hanya karena Masyarakat begitu pula kebalikannya Masyarakat ada karena pemerintah. Orang Papua mengenal dan mengetahui bahwa manusia tak mungkin hidup tanpa bekerja dan berusaha, karena bekerja lalu hidup, budaya tidak pernah (never curture) mengajar bahwa manusia Papua kurang lebih 250 suku yang mendiami di Papua, sebetulnya mereka manusia yang tahu bekerja, menikmati, menabung dan menghasilkan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan perhitungan waktu (account time) di lihat dari pengalaman (empiris) maupun mengikuti perkembangan waktu sehingga tahu melamarkan kehidupan yang akan datang (future).
Gagasan orang asing terhadap dirinya putra-putri negeri Papua menggangap semua Organisasi Papua Merdeka (OPM), sekali salah dikatakan Makar dan Separatis pada hal mereka ingin merasakan kesejahteraan dan kenyamanan hidup. Lewat anggapan ini banyak waktu hilang lenyap untuk melihat dan mengangkat harga diri ekonomi Rakyat. Dengan sumber daya yang bapak/ibu miliki senantiasa mereka berusaha mengangkat jati dirinya bahwa mereka memiliki potensi alam dari hasil usaha pekerjaan. Ada orang Papua yang mempunyai pikiran produktif, hari ini baik dari kemarin dan hari besok lebih baik dari hari ini sehingga mereka selalu berteransaksi jual beli di pasar dengan mengunakan modal pinjaman dari koperasi simpan pinjam, namun konkritnya bahwa tidak pernah mengalami perubahan dan kemajuan.
Merubah tatanan pola hidup Masyarakat dalam memberdayakan ekonomi Rakyat guna tercapainya tujuan pembangunan nasional bahwa mewujudkan Masyarakat yang adil, sejahtera baik di segi spiritual (rohania) maupun material (badania). Maka dengan demikian semua elemen mutlak ada kesadaran untuk membangun diri, dan setiap orang yang sebagai jati dirinya ciptaan Tuhan harus memiliki rasa kemanusiaan yang musti membutuhan pertongan melalui ulurang tangannya untuk melengkapi dan menutupi kekurangan dalam lini hidup. Memang sebetulnya manusia membutuhkan manusia lain untuk buka mata melihat keluar cerah kehidupan dengan dunia luar dalam persaingan bebas komunikasi, informasi dan transportasi supaya meningkatkan taraf hidup ekonomi bangsa/ekonomi Rakyat. Mobilisasi dan reformasi masa sedang menginjak kaki di negeri Tanah air Papua. bagaimana sekarang kesiapan dan persiapan untuk menantikan tantangan global itu. Sebab hal ini bukan lagi masalah keluarga, suku, bahasa, dan budaya regional. Menata diri atas pedoman hidup sebagai orang yang selalu setia dalam semua prospek persiapan menuju Masyarakat ekonomi demokrasi mandiri. Sekaranglah kesempatan untuk kita, dari kita dan oleh kita dalam meruncing pola berpikir hidup kita sebagai manusia berwibawa dan mempunyai nilai diri sebagai orang pemenang.
Strategi pembangunan daerah propinsi Papua semestinya dilakukan berdasarkan pertumbuhan melalui pemerataan dengan prinsip membangun dari apa yang dimiliki Rakyat dan apa yang ada pada Rakyat, dengan titik berat pembangunan yang berasas pada pembangunan ekonomi Rakyat, pendidikan Rakyat, dan kesehatan Rakyat. Strategi pembangunan yang menjadi pilihan tersebut memerlukan langkah-langkah operasional yang terukur dan disesuaikan dengan paradigma baru pembangunan Rakyat. Terus terang bahwa agak cemas mencermati prospek ekonomi Indonesia, khususnya ekonomi Rakyat di Tanah air Papua ini. dalam era pemerintahan demi pemerintahannya berjanji untuk meningkatkan kesejahteraan Rakyat namun tidak meyentuh.
Kekayaan milik orang Papua telah dan sedang di ambil oleh manusia tetangga dengan cara transaksi yang tidak menguntungkan secara umur ekonomis bagi pemilik contoh soalnya jual beli Tanah yang dilakukan secara pendekatan dan barang bahkan dengan senilai uang yang bernominasi rendah. Sementara bangsa Papua yang ada di Papua dalam Negara Indonesia mereka tidak berfikir bahwa hal ini merugikan dan dari segi lain memang mereka tahu tetapi hanya karena kebutuhan mendadak yang didorong oleh manisnya bahasa membuat mereka berdagang. Mudah-mudahan melalui generasi baru membuat suatu perubahan dan benar-benar menerapkan ekonomi Rakyat yang berwawasan budaya lokalitas Papua.
Nampak bahwa orang Papua yang terpisah secara adminitrasi Propinsi Papua dan Papua barat mereka adalah bangsa Papua sama-sama merasakan dirinya kehilangan jati diri sebagai orang ekonom lokal. Potensi yang sangat meyakinkan akan tetapi kesejahteraan bagi pribumi telah diminorisir. Dengan demikian yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:
1. Nampaknya bahwa pembangunan ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial dan budaya oleh Rakyat, dari Rakyat untuk Rakyat di Papua selalu memandang dari segi pandangan politik sehingga selama ini lambat membangun manusia Papua! Apakah ekonomi Rakyat menjadi lebih baik dari hari ini?
2. Pilkada eksekutif dan legislatif menyampaikan janji-janji nuansa politik yang selalu berbeda dengan yang di harapkan oleh Rakyat dan kenyataan riil, klasifikasi politik ini membuat kotak-katik Masyarakat dan ekonomi Rakyat Papua! Sejauh mana pemberdayaan ekonomi Rakyat di alam Otonomi Khusus?
3. Pemerintah tidak terbuka mata terhadap Masyarakat yang punya alam Papua dalam hal ini bahwa tidak memberikan pelatihan dan bimbingan untuk menambah wawasan berpikir bagi yang punya ekonomi Rakyat dalam mendukung asas pembangunan program pemerintah oleh Rakyat : Akankah Masyarakat Papua mampu bersaing dalam era ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi menjadi lebih baik?
4. Masyarakat Papua tidak memberikan kesempatan dalam mengatur ekonomi Rakyat oleh pemerintah baik pusat maupun daerah sehingga dimana-mana anak-anak Papua merasakan pengganguran yang sangat menonjol. Sejauh mana pemberdayaan orang asli Papua dalam dunia pembangunan agar nantinya menjadi tuan di negerinya sendiri?
Dimana orang Papua yang duluhnya pintar mengatur ekonomi Rakyat kebalikan sekarang Justru pintar tidak memahami strategi politik ekonomi. Hal seperti ini telah tertipu dan memang tidak mempunyai pikiran prinsip kemandiriang sehingga selalu terbawa arus politik ekonomi. Pada prinsipnya kalau memahami betul soal kehidupan ekonomi Rakyat orang Papua yang sebenarnya sudah mempunyai kubuh ekonomi Rakyat yang kokoh pada akhirnya diambil langkah oleh orang non Papua yang duluhnya Papua daerah potensi ekonomi (Zona Papua potensi economic). Ekonomi oleh Rakyat, dari Rakyat dan untuk Rakyat bukanlah semata-mata bicara melainkan wujud untuk membangun kondisi rill adalah satu-satunya sarana sistem dalam pengabdian yang diciptakan oleh pemerintah dalam membangun pembangunan ekonomi kesejahteraan Rakyat. Sistim atau ideologi lain akan menghasilkan sistem pemerintahan yang baik yang diidamkan jika pengunanya tahu dan memahami bagaimana pengunaanya. Penguna juga harus kenal limit/batasan yang sistim ini berfungsi, kebolehan dan setakat mana yang ia berfungsi mendatangkan hasil yang di harapkan. Jika sistim yang digunakan lebih atau kurang dari pada kapasitasnya akhir hasil tidak tercapai atau sebaliknya tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan mungkin merosokkan sistem sehingga tidak ada kesan yang baik.
Metode Penelitian
Sebelum melakukan penelitian tentu sudah menentukan metode penelitian. Maka penelitian ini digunakan dengan metode difrensial. Metode ini dengan maksud mengungkapkan suatu fakta, fenomena, gejala, peristiwa atau keadaan dengan memberikan penilaian secara menyeluruh, luas dan mendalam dari sudut pandang adat, budaya, hukum dan peraturan perundang-undangan.
Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dengan mengunakan dua pendekatan yaitu:
Pendekatan Dokumentasi adalah hal-hal yang bersifat tertulis berkaitan dengan obyek penelitian. Sumber datanya berpedoman pada buku, jurnal, majalah, makalah, artikel, surat kabar, perundang-undangan dan sumber pendukung lainnya. Pendekatan penelitian lapangan diperoleh dengan cara observasi, wawancara, diskusi dan quisioner terutama kepada Masyarakat asli, mahasiswa dan pendatang diPapua maupun diluar Papua yang lebih peduli dengan ekonomi Rakyat di Papua.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dipusatkan pada beberapa lokasi yang dipandang sebagai sentra pembangunan ekonomi Rakyat diantaranya Jayapura dan Manokwari sebagai ibu kota Propinsi, Nabire sebagai sentra ekonomi kawasan pegunungan tengah dan pesisir serta kabupaten Dogiyai sebagai kabupaten pemekaran yang akan menjadi area penegembangan ekonomi rakyat berpola Owawa Eda Wa.